Ketentuan keamanan pangan atau food safety merupakan syarat mutlak bagi setiap produk perikanan yang akan masuk pasar ekspor. Risk Assessment merupakan proses penilaian yang digunakan untuk mengidentifikasi resiko atau bahaya yang mungkin terjadi pada produk perikanan. “Upaya pengendalian mutu harus dibarengi dengan risk assessment. Untuk produk perikanan, kendatipun harga RA mahal, tetapi tetap harus dilakukan. Assessment bisa semakin kuat, bisa menopang pengendalian mutu dan keamanan pangan,”

Untuk meminimalkan biaya risk assessment, bisa dilakukan kerjasama antar berbagai instansi dan institusi terkait. Untuk produk perikanan, risk assessment bisa dilakukan dengan asosiasi, perguruan tinggi serta lembaga yang berkompeten seperti Kementerian Perindustrian dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) serta para stakeholder perikanan. 

A. ADA DUA JENIS IMPOR DAN EKSPOR PRODUK PERIKANAN
1. Menurut (Alam Ikan 1 ) Impor dan Ekspor Ikan Hidup
1. Berikut Izin Impor Ikan Hidup
Dasar Hukum
Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No. KEP.08/MEN/2004 
->tentang Tata Cara Impor Ikan Jenis atau Varietas Baru ke Dalam Wilayah Republik Indonesia

Pasal 7 ayat  5 “ pengadaan induk ikan yang masuk ke dalam wilayah Republik Indonesia dapat dilakukan setelah mendapat izin dari direktur jenderal atau pejabat yang di tunjuk’

Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. PER 29/MEN/2008 
->tentang Persyaratan Pemasukan Media Pembawa Berupa Ikan Hidup.

Pasal 2 ayat 2 “  Pemasukan media pembawa berupa ikan hidup wajib di lengkapi Surat Izin...............”
Pasal 1 ayat 4 ‘’ Surat Izin Pemasukan ikan Hidup yang selanjutnya di sebut Surat Izin adalah Surat yg diterbitkan oleh direktur Jenderal Perikanan Budidaya yang menyatakan persetujuan atas pemasukan ikan hidup dari luar negeri”

Berikut Persyaratan Impor Ikan Hidup
Surat Permohonan secara tertulis ditujukan kepada Direktur Jenderal yang memuat :
  • Nama Jenis Ikan; 
  • Jumlah
  • Ukuran dan Asal Ikan: 
  • Bandara Pemasukan 
  • Maksud dan tujuan pemasukan
Persyaratannya yaitu :
  • Fotocopy SIUP/ TPUPI
  • Rekomendasi pemasukan ikan hidup dari Dinas Prop/Kab/Kota di Bidang Perikanan.
  • Fotocopy Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)
Jenis Ikan Impor yang dilarang 
Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. PER. 17/MEN/2009 
Tentang Larangan Pemasukan Beberapa Jenis Ikan Berbahaya Dari Luar Negeri Ke Dalam Wilayah Republik Indonesia.
  • Tetraodontidae (Puffer Fishes)
  • Trichomycteridae (Parasitic Catfishes)
  • Characidae (Piranha)
  • Esocidae (Pike dan Pickerel)
  • Electrophoridae (Electric Eel)
  • Alosa pseudoharengus
  • Family Ikan Gobiidae
  • Family Cyprinidae
  • Famili ikan Channidae
  • Clarias batrachus
  • Ameiurus nebulosus
  • Famili Poeciliidae
  • Ikan Glyptoperichthys gibbiceps
  • Gymnocephalus cernuus
  • Lates niloticus
  • Lutjanus kasmira
  • Micropterus salmoides
  • Misgurnus anguillicaudatus
  • Monopterus albus (belut)
  • Neogobius melanostomus
  • Morone Americana
  • Salmonidae (Salmon)
  • Perca fluviatilis
  • Petromyzon marinus
  • Oreochromis spp.
  • Pylodictis olivaris
  • Pterygoplichthys spp
  • Pterois volitans
  • Sarotherodon occidentalis
  • Famili Cichildae
  • Sparus aurata
Jenis ikan tersebut dapat berbahaya bagi komunitas ikan yang ditempatinya. Dapat menghilangkan populasi, dan bersaing dengan ikan lainnya. Sebagian ikan merupakan ikan yang ada di indonesia, kalau di indonesia banyak ngapain impor, lebih baik ekspor.

2. Berikut izin Ekspor Ikan Hidup
Dasar Hukum 
Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No. KEP.08/MEN/2004 
Tentang Tata Cara Impor Ikan Jenis atau Varietas Baru ke Dalam Wilayah Republik Indonesia.

Pasal 8 ayat 3 “ Pengeluaran benih ikan dan induk ikan dari wilayah negara Republik Indonesia dapat dilakukan oleh perorangan dan/atau badan hukum yang tel;ah memiliki IUP di bidang pembudidayaan ikan dan Rekomendasi Pengeluaran Benih Ikan dan/atau Induk Ikan dari Direktur atau pejabat yang ditunjuk”.

Jenis Ikan yang dilarang di Ekspor
  1. Benih ikan arwana berukuran dibawah 10 cm
  2. Benih ikan sidat dengan ukuran berat sampai 150 gram/ekor (Permen KP No. 19/2012)
  3. Ikan hias Botia yang berukuran lebih besar dari 15 cm
  4. Udang Penaeidae (induk dan calon induk) dengan ukuran panjang total = 17 cm dan/atau berat tubuh = 70 gram
  5. Udang galah air tawar berukuran dibawah 8 cm
B. Sistem Manajemen Pangan Untuk Ekpor Ikan Olahan
Seiring dengan perkembangan kemajuan industri pangan, banyak ditemui masalah yang berkaitan dengan “food borne illness” atau penyakit yang disebabkan karena makanan. Masalah pangan diantisipasi dengan metode yang disebut disebut HACCP (Hazard Analysis & Critical Control Points), 

1. HACCP (Hazard Analysis & Critical Control Points)
HACCP adalah suatu sistem jaminan mutu yang mendasarkan kepada kesadaran atau penghayatan bahwa hazard (bahaya) dapat timbul pada berbagai titik atau tahap produksi tertentu tetapi dapat dilakukan pengendalian untuk mengontrol bahaya-bahaya tersebut. Atau dimanakah letak bahaya dari makanan atau minuman yang dihailkan oleh suatu industri, serta melakukan evaluasi apakah seluruh proses yang dilakukan adalah proses yang aman, dan bagaimana kita mengendalikan ancaman bahaya yang mungkin timbul. 

Mengapa harus menerapkan HACCP
Beberapa industri pangan dunia menyimpulkan bahwa bisnis pangan perlu dan harus menerapkan HACCP dengan beberapa alasan sebagai berikut :
  • Yang paling ditakuti pebisnis pangan adalah “food safety” karena hal itu tidak dapat diatasi dengan “product recall” yang mahal.
  • Jaminan keamanan pangan adalah salah satu persyaratan standar dan juga wajib oleh Regulasi (UU pangan, UU perlindungan konsumen).
  • Untuk menjadi kompetitif di pasar global.
  • Menekankan pada mutu, “food safety”, dan eliminasi “economic fraud” (misslabelling, kesalahan berat, salah ukuran) untuk menjaga keamanan bisnis.
  • Membutuhkan sistem keamanan pangan yang sejalan dengan program yang sejalan dengan jaminan mutu.
  • WTO telah mendesak negara anggota dan industri untuk melakukan harmonisasi perdagangan, ekivalensi 
  • sistem inspeksi, dan mengurangi hambatan teknis, serta merekomendasi CAC standar untuk memfasilitasi harmonisasi.
  • CAC telah mengadopsi dan merekomendasi penerapan bagi industri pangan HACCP ke seluruh dunia.
  • Negara-negara mitra bisnis Indonesia telah mengubah regulasi mereka untuk implentasi HACCP
Dengan Penerapan HACCP dalam organisasi atau perusahaan anda di harapkan proses anda akan lebih terjamin dan perusahaan mendapatkan manfaatnya, seperti :
  • Menjamin keamanan pangan
  • Memproduksi produk pangan yang aman setiap saat.
  • Memberikan bukti sistem produksi dan penganganan aproduk yang aman.
  • Memberikan rasa percaya diri pada produsen akan jaminan keamanannya.
  • Memberikan kepuasan pada pelanggan akan konformitasnya terhadap standar nasional maupun internasional.
  • Mencegah kasus keracunan pangan, sebab dalam penerapan sistem HACCP bahaya-bahaya dapat diidentifikasi secara dini, termasuk bagaimana tindakan pencegahan dan tindakan penanggulangannya.
  • Mencegah / mengurangi terjadinya kerusakkan produksi atau ketidakamanan pangan, yang tidak mudah bila hanya dilakukan pada sistem pengujian akhir produk saja.
  • Dengan berkembangnya HACCP menjadi standar internasional dan persyaratan wajib pemerintah, memberikan produk memiliki nilai kompetitif di pasar global.
  • Memberikan efisiensi manajemen keamanan pangan, karena sistemnya sistematik dan mudah dipelajari, sehingga dapat diterapkan pada semua tingkat bisnis pangan.
Konsultan HACCP
Prinsip 1 – Analisis bahaya
Mengidentifikasi potensi bahaya yang berhubungan dengan produksi pangan pada semua tahapan, mulai dari usaha tani, penanganan, pengolahan di pabrik dan distribusi, sampai kepada titik produk pangan dikonsumsi. Penilaian kemungkinan terjadinya bahaya dan menentukan tindakan pencegahan untuk pengendaliannya.

Prinsip 2 – Mengidentifikasi Critical Control Point (CCP)
Menentukan titik atau tahap prosedur operasional yang dapat dikendalikan untuk menghilangkan bahaya atau mengurangi kemungkinan terjadinya bahaya tersebut. CCP berarti setiap tahapan didalam produksi pangan dan/atau pabrik yang meliputi sejak bahan baku yang diterima, dan/atau diproduksi, panen, diangkut, formulasi, diolah, disimpan dan lain sebagainya.

Prinsip 3 – Menetapkan batas kritis setiap CCP
Menetapkan batas kritis yang harus dicapai untuk menjamin bahwa CCP berada dalam kendali.

Prinsip 4 – Menetapkan sistem monitoring setiap CCP
Menetapkan sistem pemantauan pengendalian (monitoring) dari CCP dengan cara pengujian atau pengamatan.

Prinsip 5 – Menetapkan tindakan koreksi untuk penyimpangan yang terjadi.
Menetapkan tindakan perbaikan yang dilaksanakan jika hasil pemantauan menunjukan bahwa CCP tertentu tidak terkendali.

Prinsip 6 – Menetapkan prosedur verifikasi
Menetapkan prosedur verifikasi yang mencakup dari pengujian tambahan dan prosedur penyesuaian yang menyatakan bahwa sistem HACCP berjalan efektif.

Prinsip 7 – Menetapkan penyimpanan catatan dan dokumentasi
Mengembangkan dokumentasi mengenai semua prosedur dan pencatatan yang tepat untuk prinsip-prinsip ini dan penerapannya.

Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) menjamin dari segi keamanannya sedangkan ISO 9001 lebih fokus dalam menjamin kualitas produk. Dengan mengaplikasikan HACCP dengan ISO 9001 quality management system menghasilkan sistem yang lebih efektif daripada hanya menggunakan HACCP atau ISO 9001 secara sendiri-sendiri. Hal ini juga bertujuan untuk meningkatkan kepuasan konsumen dan memperbaiki keefektifan dalam pengorganisasiannya.

Berdasarkan kebutuhan ini, dunia internasional sepakat untuk menerbitkan satu sistem baru. ISO 22000 adalah perbaruan dari standar ISO 9000 : 9001 dan  mengkombinasikan antara standar ISO 9000 : 9001 dengan konsep HACCP ke dalam satu standar.

C. Petunjuk Alur Pengajuan ekspor Impor
Terdapat dua alur pengajuan yang dijelaskan pada petunjuk pelaksanaan tersebut, yaitu alur pengajuan penerbitan izin pemasukan ikan hidup ke dalam wilayah Republik Indonesia dan Alur pengajuan penerbitan rekomendasi pengeluaran ikan hidup ke luar wilayah Indonesia. Dalam bagan alur tersebut dapat dilihat secara garis besar tahap awal sampai dengan tahap akhir proses yang harus dijalankan untuk mengurus surat rekomendasi tersebut.

Gambar 1. Alur Pengajuan Penerbitan Rekomendasi Pengeluaran Ke Luar Wilayah Republik Indonesia

Setelah pelaku usaha melakukan realisasi pengeluaran ikan, pelaku usaha tersebut diwajibkan untuk menyampaikan laporan pasca pengeluaran kepada Direktur Jenderal Perikanan Budidaya dengan melampirkan fotocopi dokumen ekspor.
Untuk mengajukan penerbitan rekomendasi pengeluran (ekspor) ke luar wilayah Republik Indonesia jika persyaratan dokumen sudah lengkap, dibutuhkan waktu sekurang-kurangnya 5 hari kerja sampai surat rekomendasi diterima pemohon.Setelah pelaku usaha melakukan realisasi pengeluaran ikan, pelaku usaha tersebut diwajibkan untuk menyampaikan laporan pasca pengeluaran kepada Direktur Jenderal Perikanan Budidaya dengan melampirkan fotocopi dokumen ekspor.
Untuk mengajukan penerbitan rekomendasi pengeluran (ekspor) ke luar wilayah Republik Indonesia jika persyaratan dokumen sudah lengkap, dibutuhkan waktu sekurang-kurangnya 5 hari kerja sampai surat rekomendasi diterima pemohon.

Gambar 2.  Alur Pengajuan Penerbitan Izin Pemasukan Ikan Hidup ke dalam Wilayah Republik Indonesia

Berbeda dengan Pengajuan Penerbitan Rekomendasi Pengeluaran Ke Luar Wilayah Republik Indonesia, pada Pengajuan Penerbitan Izin Pemasukan Ikan Hidup ke dalam Wilayah Republik Indonesia terdapat dua ketentuan untuk jumlah waktu yang dibutuhkan dalam proses pembuatan surat rekomendasi, ketentuan pertama apabila pemasukannya dengan dokumen yang lengkap dan hanya dibutuhkan rekomendasi teknis dari eselon II terkait komoditas adalah 5 (lima) hari kerja, dan ketentuan kedua apabila pemasukannya dengan dokumen lengkap tetapi masih membutuhkan rekomendasi teknis dari Tim Rekomendasi pemasukan terkait komoditas dibutuhkan waktu 10 (sepuluh) hari kerja, karena dibutuhkan waktu untuk dilakukan sidang atau jajak pendapat terkait dengan komoditas yang akan dimasukan.

D. Persyaratan Ikan Hias Ke Kanada

E. Contoh Olahan Ikan untuk Ekspor
  1. Ekspor Ikan lele
  2. Penanganan Ekspor Gurita
  3. Penanganan Ekpor teri