Ikan Tuna adalah jenis ikan pelagis yang selalu bermigrasi untuk mencari tempat makan ataupun untuk kawin dan bereproduksi. Ikan ini memiliki bentuk torpedo dan merupakan ikan perenang cepat. Ikan tuna mempunyai wilayah migrasi yang cukup luas yakni tersebar hampir di 100 negara.

Salah satunya adalah Southern Bluefin Tuna yang memijah pada musim panas bulan September sampai Maret di perairan barat selatan Jawa dan kemudian bergerak dan ditemukan di daerah selatan antara 30 – 50 o Lintang Selatan.

Anak-anak ikan ini kemudian bergerak dan menyebar ke laut Selatan, laut Atlantik Selatan dan kembali ke laut Hindia untuk memijah.


Cara Budidaya Ikan Tuna 
1) Tentukan metode dan media budidaya ikan tuna yang akan digunakan.
Apakah akan menggunakan keramba jaring apung atau jaring tancap, kolam tanah, kolam sistem tertutup atau resirkulasi.

Ikan tuna biasanya dibudidayakan di jaring tancap, yaitu kolam dari jaring yang ditancapkan di dasar dengan jarak beberapa meter dari pantai. Tetapi budidaya ikan tuna dapat juga dilakukan di dalam kolam dengan sistem resirkulasi.

Pada kolam dengan sistem resirkulasi tertutup, memungkinkan ikan tuna tidak dapat meloloskan diri dan budidaya tidak akan mencemari lingkungan luar dengan sampah, parasit dan penyakit. Salah satu kendala dari budidaya sistem resirkulasi ini adalah kebutuhan akan listrik dan biayanya yang tinggi.
2) Kumpulkan Benih Tuna dari Alam.
Umumnya benih ikan tuna yang akan dipelihara diperoleh dari penangkapan di alam, yang kemudian dibesarkan di kolam budidaya dengan tujuan untuk meningkatkan kandungan “lemak”nya (di Jepang disebut "toro") untuk membuat ikan tuna menjadi lebih lezat.

Untuk sementara hanya jenis tuna sirip biru yang benihnya berasal dari induk yang dipelihara di kolam penangkaran. Sudah banyak kemajuan dalam pengembangan budidaya tuna sirip biru secara penuh, tetapi biaya produksi untuk budidaya ikan ini masih sangat tinggi.

3) Penggemukan anak tuna.
Metode ini umumnya dilakukan oleh Australia, tepatnya di Port Lincoln yang dimulai sekitar tahun 1991 dengan cara menangkap anak-anak tuna berukuran panjang 120 cm dengan berat sekitar 30-50 kg.

Anak-anak tuna ini ditangkap di perairan selatan Australia dan kemudian dibesarkan (digemukkan) dalam jaring apung laut (ponton laut) selama 3-5 bulan sampai mencapai ukuran konsumsi untuk dipasarkan sebagian besar ke Jepang.

Sebelum adanya kegiatan budidaya tuna di tahun 1996, nilai ekspor tuna Australia hanya sebesar 6 juta US $, namun semenjak digalakkaannya usaha budidaya, Australia berhasil mendongkrak nilai ekspor tunanya sebesar 202 juta US $ di tahun 1999/2000 dan meningkat lagi di tahun 2002/2003 menjadi 320 juta US $.
Anak-anak tuna ditangkap dengan mengunakan purse seine dan setelah terjaring ikannya tetap berada di air laut (dalam jarring) dan ditarik dengan kapal berkecepatan kecepatan 1 ・2 knot. Setelah tiba di lokasi budidaya langsung dipindah ke dalam pontoon (karamba jarring apung).

Bentuk pontoon (karamba jaring apung tuna) sebaiknya adalah lingkaran berdiameter 30 ・40 meter terbuat dan dari plastik polietilene hitam. Ring-ringnya terapung dipermukaan air dan ditopang dengan tiang penyangga. Tiap 2 jaring dihubungkan dengan pelampung. Adapun jaring bagian dalam yang berisi tuna, mempunyai ukuran mata jaring  60 mm ・90 mm dan kedalaman jaring 12 ・20 meter.

Dasar jaring diletakkan berada paling sedikit 5 meter dari permukaan dasar laut. Sementara jaring bagian luar dipakai untuk mencegahnya dari pemangsaan ikan hiu atau untuk mencegah adanya tuna yang terlepas. Ukuran mata jaring luar ini sebesar 150 mm ・200 mm. Namun studi terbaru menyimpulkan bahwa jaring luar tidak diperlukan untuk menghemat ongkos produksi.
Harga satu jaring sebesar 80.000 ・200.000 US$. Satu unit jaring apung standar mampu menampung 2000 ekor anak tuna dan itu tergantung berapa diameter jaring dan daya tampung maksimum yang diizinkan, idealnya 4 kg per meter kubik air.

Jaring apung dengan diameter 40 m menyediakan volume sebesar 80% lebih besar dari jaring dengan diameter 30 m, dan seterusnya bila jaring apung tersebut berdiameter 50 m maka akan mempunyai 60% volume lebih besar lagi dalam jumlah ikan yang bisa dipelihara.

Ikan tuna yang tertangkap diberi pakan 2 kali sehari dengan menu ikan sarden atau ikan mackerel. Namun saat ini sudah dikembangkan dengan pembuatan dan pemberian makanan buatan (pellet) yang lebih tinggi tingkat efisiensi konsumsi pakannya dan dapat menghemat biaya.

Namun perlu dicatat bahwa industri budidaya tuna bukanlah perkara yang mudah karena harus didukung dengan tenaga-tenaga ahli yang berpengalaman dan mempunyai latar belakang dalam perikanan tuna. Kemudian setiap industri harus mengikuti quota aturan lembaga perlindungan tuna FAO yang harus melaporkan jumlah ikan tuna yang dijual ke pasar internasional.
Selain itu biaya pembuatan pontoon (jaring apung), penyediaan kapal penangkap benih ikan tuna, tersedianya tenaga ahli penangkapan ikan tuna dan pengetahuan yang mendalam tentang bagaimana mengoperasikan suatu kegiatan budidaya tuna di laut lepas.


Semoga Bermanfaat